Oleh: Dr. Zulihi, M.Ag
(Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah IAIN Fattahul Muluk Papua)
(Di tengah wabah Corona yang sedang melanda dunia saat ini, bertepatan pula dengan datangnya bulan suci ramadhan, umat Islam dilanda kepanikan dan kegelisahan akibat ditutupnya sebagian besar masjid, untuk memutus mata rantai penyebaran Covid. Akibat ditutupnya masjid saat ini, masih menimbulkan polemik dikalangan umat dengan berbagai macam dalih. Dalam kondisi saat ini, umat berada pada posisi yang dilematis, di satu sisi ada aspek mashlahatnya, dan pada sisi lain ada aspek mudaratnya yang menjadi pertimbangan)
Beberapa hari terakhir memasuki bulan suci Ramadhan hingga sekarang banyak masyarakat bertanya secara sepontanitas, baik kepada tokoh agama, pengurus masjid, dan bahkan teman sejawat sekalipun. Pertanyaan yang dilontarkan cukup sederhana, namun mengundang banyak jawaban, sehingga perlu kajian secara mendalam oleh para Kiai dan orang yang faqih dibidangnya. Pertanyaannya cukup singkat namun penuh makna ”Mengapa Masjid ditutup dan dilarang melakukan ritualitas Ibadah di dalamnya?” Selain itu, Mengapa sebagian masjid masih bebas untuk menggelar shalat berjamaah meskipun sudah ada larangan dari pemerintah. Pertanyaan seperti ini perlu untuk diberikan alternatif jawaban agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial dikalangan masyarakat atau umat. Demikian pula halnya para tokoh agama dan atau pengurus masjid, seyogyanya harus memberikan pencerahan dan penjelasan kepada masyarakat agar tidak terlalu bersemangat melakukan ritualitas ibadah di masjid di tengah pandemi Corona (Covid-19) untuk sementara waktu. Mengingat wabah pendemi Corona (Covid-19) sangat sensitif pola penyebarannya kepada manusia. Untuk itulah pemerintah mengeluarkan himbauan ataupun edaran untuk tidak melakukan aktivitas ataupun kegiatan yang mendatangkan banyak orang dalam rangka memutus mata rantai penyebarannya.Walhasil, berdasarkan fakta yang biasa terlihat, justru malah sebaliknya, masih ada sebagian masjid yang terbuka dengan tetap melaksanakan shalat berjamaah di bulan suci ramadhan ini, sehingga menimbulkan polemik dikalangan masyarakat ataupun umat yang lagi tengah bersemangat untuk melaksanakan ibadah. Polemik dimaksud sedang mewabah saat ini seperti menularnya virus Corona (Covid-19) sehingga masyarakat awam bertanya” Mengapa sebagian masjid yang lain masih terbuka untuk melaksanakan shalat berjamaah sedangkan kita tidak bisa”. Mestinya saat pandemi Corona (Covid-19) yang sedang mewabah saat ini harusnya memperbanyak berdoa, berzikir, dan memohon ampun kepada-Nya, serta lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. Dan itulah kalimat yang biasa dilontarkan oleh sebagian umat saat ini kepada Pengurus masjid maupun tokoh agama.Berbagai himbauan dan edaran Pemerintah memberikan polemik baru dikalangan sebagian masyarakatpada umumnya ditengah suasana bulan suci ramadhan saat ini. Berbagai edaran ditengah suasana ramadhan saat ini memberikan nuansa yang berbeda dikalangan masyarakat atau umat, seyogyanya ritualitas ibadah dibulan suci ramadhan ini, harusnya dilaksanakan secara totalitas di masjid. Namun realitasnya difokuskan di rumah bersama anggota keluarga. Dampak dari semua kegiatan di pusatkan di rumah, membuat sebagian masyarakat agaknya kurang bersemangat dalam beribadah dan beramal shaleh. Penyebabnya, boleh jadi karena tidak semua orang atau kepala keluarga bisa untuk memimpin shalat berjamaah bersama anggota kelurganya di rumah disebab karena satu dan lain hal. Aneka permasalahan tersebut boleh jadi diantaranya; mungkin takut memimpin shalat berjamaah karena kurang fasih dalam bacaan Alqurannya dan boleh jadi pula masih bingung juga tata urutan ayat khususnya dalam pelaksanaan shalat tarawih berserta dengan rangkaian bacaan dan doanya.Atas dasar itulah, kemungkinan pelaksanaan ritualitas ibadah dan amal shaleh dibulan suci ramadhan ini sebagian masyarakat kurang terlaksana secara efektif, maksimal dan totalitas. Demikian pula sebaliknya motivasi untuk beribadah di masjid setelah masuknya bulan suci ramadhan ini sungguh luar biasa, meskipun berbagai edaran dan himbauan dari Pemerintah terkait dengan pembatasan aktivitas di luar (Physical Distancing) karena Corona (Covid-19). Berdasarkan realitas yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa masih banyak umat atau jamaah pada saat ini tengah bersemangat utuk melaksanakan ritualitas ibadah di masjid meskipun sudah ada pelarangan. Akibatnya beberapa aktifitas yang menimbulkan kerumunan di masjid khususnya di Distrik Abepura dengan sangat terpaksa dibubarkan oleh aparat keamanan.Alasannya, berbagai pandangan sebagian masyarakat terkait dengan pembatasan aktivitas ibadah di masjid, diantaranya; Pertama, bersumber dari media sosial; yaitu dalam media sosial (sosmed) banyak sekali berbagai macam pendapat terkait musibah corona, khususnya pada sebagian ustadz yang memiliki pandangan yang berbeda, sehingga membuat masyarakat semakin bingung dan gundah gulana. Adapun dasar yang biasa didengar dan didengung-dengungkan adalah “Tidak usah takut sama corona dan takutlah kepada Allah”. Dampaknya dari pernyataan ini, banyak dikalangan umat akhirnya memaksakan diri untuk melakukan ibadah di masjid, tanpa harus berpikir lagi mudaratnya. Kedua, Anggapan sebagian masyarakat ataupun para jamaah, yaitu ketika masjid ditutup, maka murka Allah semakin menjadi-jadi, lalu kapan Corona akan berakhir, mestinya umat muslim harus banyak berdoa dan berzikir, serta mendekatkan diri secara totalitas kepada Allah swt. Namun kenapa umat malah semakin menjauh. Ketiga, masjid ditutup, mengapa pasar dan pusat permbelanjaan masih terbuka lebar. Ini juga merupakan bagian dari mendatangkan orang banyak, sehingga dapat memberikan peluang yang seluas-luasnya untuk menjangkiti banyak orang, meskipun ada alat untuk mendeteksi. Lalu apa bedanya dengan masjid.Dalam konteks tersebut diatas, inilah sebuah realitas pada masyarakat dan umat saat ini. Senyatanya, memang sungguh sangat dilematis bagi masyarakat atau umat terhadap kondisi saat ini yang kebetulan bertepatan dengan datangnya bulan suci ramadhan. Disatu sisi, apa yang menjadi himbauan Pemerintah harus ditaati untuk memutus mata rantai penyebarannya Covidnya, dan pada sisi lain motivasi umat dalam tetap melaksanakan ibadah di bulam suci ini, juga menjadi daya tarik tersendiri, sebab pada bulan ramadhan terdapat berbagai macam keistimewaan yang dapat diambil dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh, sehingga dapat meraih pahala yang berlipat ganda.Selain itu, umat juga tidak mau untuk menyia-nyiakan bulan suci ramadhan ini untuk tetap bersemangat dalam beribadah, alasannya belum tentu dibulan suci ramadhan pada tahun berikutnya masih bisa bertemu kembali. Untuk itulah akhir-akhir ini banyak masyarakat atau para jamaah tetap memaksanakan diri untuk melaksanakan ibadah di masjid atau musala meskipun sudah ada himbauan atau maklmat dari Pemerintah akibat wabah Corona (Covid-19). Realitasnya, tidak mengherankan akhir-akhir ini beberapa masjid masih melakukan shalat berjamaah baik lima waktu maupun shalat tarawih, sehingga mendatangkan kecemburuan sosial dan polemik dikalangan umat, sehingga tetap bersemangat untuk memaksakan diri dengan berbagai alasan untuk mengerjakan ritualitas ibadah di masjid ataupun Musala.Kalau demikian realitasnya pada sebagian masyarakat ataupun umat, lalu apakah motivasi para jamaah atau umat dibulan suci ramadhan ini untuk tetap melaksanakan ibadah secara totalitas di masjid tanpa harus mempertimbangkan aspek kemaslahatan dan kemudaratannya? Bukannya para ulama’ telah menjelaskan secara panjang lebar terkait dengan pelaksanaan ibadah di rumah melalui tausiyah ramadhan dalam suasana Corona (Covid-19). Demikian pula halnya dengan lembaga atau instansi Kementerian Agama dan organisasi kegamaan lainnya, juga menjelaskan hal yang sama terkait dengan pelasanaan ibadah dalam suasna Corona (Covid-19). Apakah belum cukup buat umat atau para jamaah untuk mempertimbangkan hal yang demikian?Seyogyanya memang harus diakui, bahwa masyarakat atau umat pada umumnya sadar dengan sesadar-sadarnya, namun akibat dari terlalu bersemangatnya untuk memanfaatkan bulan suci ramadhan ini dalam beribadah dan beramal shaleh, sehingga sudah tidak lagi menghiraukan perintah maupun larangan dari siapapun. Sehubungan dengan maksud tersebut, maka berdasarkan hasil diskusi dan pengamatan penulis diberbagai masjid khususnya di Kelurahan Yobe Distrik Abepura terhadap para jamaah yang sedang bersemangat menunaikan ibadah di masjid, yaitu:
1. Masjid Harus Tetap diMakmurkan.Dalam konteks ini, Allah menjelaskan: “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah, ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan Zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang diberikan petunjuk” (lihat Alquran surah at-Taubah: 18). Berdasarkan ayat ini, maka konsep memakmurkan masjid bukan hanya sekedar meramaikannya hanya pada waktu-waktu shalat wajib berjamaah, namun betul-betul mengunakannya sebagai pusat peradaban dan kajian-kajian keislaman. Karena masjid adalah salah satu benteng kekuatan umat Islam.Untuk itulah, mengamati realitas kondisi jamaah saat ini bersamaan dengan datangnya bulan suci ramadhan, maka motivasi umat dalam melaksanakan shalat berjamaah dimasjid sudah tidak bisa dipungkiri. Meskipun dalam kondisi wabah saat ini yang masih merajalela. Ayat tersebut secara tekstual menyatakan bahwa yang dikatakan orang-orang yang beriman adalah yang memakmurkan masjid. Memang dilematis bagi mayarakat atau umat yang telah memiliki keyakinan yang kuat terhadap sebuah kebenaran dan nilai-nilai universalitas Islam. Atas dasar itulah, maka orang-orang seperti ini, tidak akan pernah goyah ataupun gentar terhadap apapun kecuali hanya kepada Allah, meskipun nyawa menjadi taruhannya. Dalam pemikiran mereka taqdir adalah sebuah ketetapan yang Allah telah tentukan, jadi menurutnya mengapa harus takut dengan Corona {(Covid-19)?
2. Puasa Adalah Bulan Keberkahan.Puasa merupakan bulan yang sangat mulia bagi hamba-hamba-Nya. Begitu besar kemuliaan bulan suci ramadhan ini, maka pada saat Corona (Covi-19) masih merajalela dibelahan bumi ini, sebagian para umat tengah bersemangat untuk melakukan ibadah dan amal shaleh. Dalam konteks ini, tidak mengherankan umat masih tetap untuk melakukan ritualitas ibadah dan amal shaleh di masjid, meskipun pihak pemerintah telah mengeluarkan himbauan dan edaran untuk tetap melakukan rangkaian ibadah di rumah. Senyatanya, sebagian para jamaah sudah tidak menghiraukan lagi dampak yang ditimbulkan akibat Corona dan yang terpenting didalam hati mereka (umat) tetap totalitas dalam memanfaatkan bulan suci ramadhan ini. Dengan demikian, patokan inti umat dalam memanfaatkan bulan yang penuh berkah ini adalah sabda Rasulullah saw, yang artinya:”Sungguh telah datang pada diri kalian bulan yang penuh berkah. Pada bulan ini diwajibkan untuk berpuasa”. (HR. Ahmad, An-Nasai, dan Baihaqi).Dalam konteks itulah, maka bulan puasa ini juga dilipatgandakan pahala seorang hamba. Demikian pula halnya keberkahan yang diperoleh bagi duafa’, fakir miskin, anak-anak yatim, dan orang-orang yang sangat membeutuhkan uluran tangan saudara-saudaranya yang memiliki kelebihan rezeki. Dengan demikian, pada bulan ini sangat disunnahkan untuk menggalakkan infaq dan shadaqah, karena sungguh pahalanya dilipat gandakan oleh Allah swt. Oleh karenanya dalam hadis yang lain Rasulullah saw menjelaskan dalam sabdanya; “Sesungguhnya Allah akan mencatat seluruh amal kebajikan dan amal keburukan. Kemudian Rasulullah saw menjelaskan; “Orang-orang yang meniatkan sebuah kebaikan namun tidak mengamalkannya, Allah mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna. Orang yang meniatkan sebuah kebaikan dan mengamalkannya, Allah mencatat baginya 10 sampai 700 kali lipat banyaknya”. (HR. Muslim).Sehubungan dengan hal tersebut, maka ditengah wabah Corona (Covid-19) melanda dan bertepatan dengan datangnnya bulan suci ramadhan, maka motivasi umat dalam memperbanyak ibadah dan amal shaleh di rumahnya Allah (masjid) tidak bisa terbantahkan, dan boleh dikatakan dilematis dan juga mengundang polemik dengan adanya himbauan secara langsung dari pemerintah untuk tidak melaksanakan ritualitas ibadah apapun bentuknya selain di rumah. Walhasil, senyatanya di tengah suasana Covid-19 yang masih beraksi, umat sudah tidak menghiraukan lagi mudarat yang ditimbulkan akibat melaksanakan ritualitas ibadah secara berjamaah di masjid. Barumeternya adalah mengingat bulan puasa ini merupakan momentum keberkahan yang harus dimanfaatkan dengan totalitas dengan tidak mempertimbangkan resiko apapun yang akan terjadi pada dirinya.
3. Puasa Bulan yang Penuh RahmahBulan puasa merupakan bulan rahmah bagi setiap hambanya. Betapa tidak, kasih sayang Allah swt kepada hamba-hambanya sungguh totalitas bagi siapapun yang mampu untuk memanfaatkannya. Untuk itulah, bagi setiap insan tidak akan pernah menyia-nyiakan bulan ini untuk meningkatkan ibadah dan amal shaleh. Bukti rahmah yang diberikan untuk hamba-hambanya yang berpuasa, sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw; “Apabila datang bulan ramadhan, pintu-pintu rahmah dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan syethan-syethan dibelenggu. (HR. Muslim). Dalam konteks hadis tersebut, tidak menyebutkan rahmah yang diberikan dibulan puasa. Namun hanya menyebutkan akan dibuka pintu-pintunya. Dalam hal ini, maka tidak semua orang akan diberikan rahmahnya, namun hanya orang-orang yang mampu secara istiqamah memanfaatkan bulan ini dengan penuh keikhlasan. Oleh sebab itu, jadilah sebagai orang yang suka menebar rahmah di muka bumi dengan cara membantu saudara-saudaranya se-agama, se-akidah, se-iman baik kepada tetangganya, fakir miskin, anak-anak yatim, dan orang-orang yang sangat membutuhkan uluran tangannya. Pada hakekatnya orang dimaksud mendapatkan rahmah Allah swt. Oleh sebab itu, jika mau menggapai rahmah Allah swt. dibulan puasa ini, maka seyogyanya harus selalu saling membantu dan menolong antarsesama khususnya bagi orang yang memiliki beban kesulitan hidup, memberi makan bagi orang-orang yang lapar, melindungi anak-anak yatim, dan orang-orang miskin melalui rezeki yang Allah titipkan untuk hamba-Nya.
4. Puasa Bulan AmpunanPuasa yang dikerjakan dibulan suci ramadhan saat ini merupakan sebab meraih ampunan Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw; “Barangsiapa yang puasa ramadhan atas dasar iman dan mengharap ridhanya, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari dan Muslim). Dosa yang telah ditakdirkan kepada manusia begitu banyak dan pastilah ini akan terjadi. Allah swt mensyariatkan faktor-faktor penyebab dosanya, agar hatinya selalu bergantung kepada Tuhannya, selalu menganggap dirinya yang serba kekurangan senantiasa introspeksi (muhasabah) diri, jauh dari perilaku yang tidak terpuji yakni membanga-banggakan diri (ujub) misalnya. Demikian pula halnya dengan sifat kesombongan (takabbur) yang ada pada dirinya.Dengan demikian, ketika seorang hamba dengan niat yang turut ikhlas mau untuk bertaubat atas dosa-dosa yang pernah dilakukan, maka dibulan puasa inilah merupakan momen yang sangat tepat untuk bertafakkur, rendah diri dan penuh harap, semoga Allah swt mengampuni dosa-dosanya baik yang telah lalu maupun yang akan datang. Permohonan ampun atas dosa yang pernah dilakukan merupakan pelindung dari azab, penjaga dari syethan, penghalang dari kegelisahan, kefakiran dan penderitaan, pengamanan dari masa peceklik dan dosa mekipun dosa-dosa yang dilakukan oleh seseorang telah mengunung sampai menyentuh langit. Dalam konteks itulah, Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadis Qudsi bahwa Allah berfirman; “Wahai anak Adam, selama engkau masih berdoa dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosa-dosa yang ada padamu dan Aku tidak akan peduli. Wahai bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli; Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan seukuran bumi kemudian engkau datang menjumpai-Ku dalam keadaan tidak berbuat syirik atau menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun juga, maka Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan dengan seukuran bumi juga. (HR. At-Tirmidzi). Wallahu A’lamu Bissawab. Semoga bermanfaat. (*)