Oleh Witriah, S.H.(Mahasiswi Pascasarjana Semester IV PAI Multikultur IAIN Fattahul Muluk Papua)
Berbicara masalah arah kiblat adalah berbicara masalah arah Ka’bah (Baitullah) yang ada di kota Makkah. Untuk menentukan arah kiblat ini dapat di tentukan dari setiap titik dipermukaan bumi. Cara untuk mendapatkannya adalah dengan melakukan perhitungan dan pengukuran. Menghadap arah kiblat merupakan suatu masalah yang penting dalam syariat islam. Menurut hukum syariat, menghadap kearah kiblat diartikan sebagai seluruh tubuh atau badan seseorang menghadap kearah ka’bah terletak di Makkah yang merupakan pusat tumpuan umat islam. Pada awalnya kiblat mengarah ke Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsa Jerusalem di Palestina. Namun pada tahun 624 M ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, arah kiblat berpindah ke arah Ka’bah yang terletak di Makkah hingga kini atas petunjuk wahyu dari Allah SWT.
Umat islam sepakat bahwa menghadap kiblat dalam shalat merupakan syarat sahnya shalat. Bagi orang-orang yang berada dikota Makkah dan sekitarnya perintah demikian ini tidak menjadi persoalan . Namun bagi orang-orang yang jauh dari Makkah timbul permasalahan tersendiri. Dengan demikian muncullah pendapat para ulama. Golongan Hanafiyah dan Malikiyah berpandangan bahwa bagi penduduk Makkah yang dapat menyaksikan Ka’bah, maka wajib menghadap kepada ainnya ka’bah, tetapi bagi yang tidak dapat menyaksikan Ka’bah cukup dengan menghadap ke arahnya saja. Sementara yang dimaksud dengan arah kiblat adalah arah atau jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati kota Makkah (Ka’bah) dengan tempat kota yang bersangkutan.
Dalam buku Ilmu Falak karya Slamet Hambali menjelaskan berdasarkan kitab Fiqh Lima Mazhab susunan oleh Muhammad Jawad Mughniyah, Imam Syafi’I menjelaskan bahwa wajib menghadap ka’bah, baik bagi orang yang dekat maupun yang jauh. Sekiranya dapat mengetahui arah Ka’bah itu sendiri secara tepat, maka ia harus menghadap kearah tersebut. Tetapi sekiranya tidak dapat memastikan arah Ka’bah maka cukuplah dengan perkiraan menggunakan perhitungan karena orang yang jauh mustahil untuk memastikan kearah kiblat (Ka’bah) yang tepat dan pasti.
Untuk menenentukan arah kiblat ada dua macam yaitu Azimuth Kiblat dan Rashdul Kiblat. Azimuth Kiblat adalah arah atau garis yang menunjuk ke kiblat (ka’bah), yang mana untuk menentukannya diperlukan data lintang tempat, bujur tempat, dan lintang dan bujur Kota Makkah, yang dapat di ketahui dengan melihat buku-buku panduan ilmu falak, menggunakan peta, ataupun GPS (Global Positioning System). Lintang tempat atau ardhul balad adalah jarak dari daerah yang kita kehendaki sampai dengan khatulistiwa diukur sepanjang garis bujur,sementara khatulistiwa adalah lintang 0°(derajat) dan titik kutub bumi adalah lintang 90°. Sehingga nilai lintang berkisar antara 0° sampai dengan 90°, disebelah selatan khatulistiwa disebut lintang selatan (LS) dengan tanda negative (-) dan disebelah utara khatulistiwa disebut lintang utara (LU) dengan tanda positive (+). Bujur tempat atau thulul balad adalah jarak dari tempat yang dikehendaki ke garis bujur yang melalui kota Greenwich dekat London, berada di sebelah barat kota Greenwich sampai 180°disebut bujur barat(BB) dan disebelah timur kota Greenwich sampai 180° disebut bujur timur(BT). Azimuth Kiblat dapat dihitung dengan rumus ( Cotan arah kiblat=Tan lintang makkah x cos lintang tempat ÷ sin jarak bujur ka’bah dan tempat – sin lintang tempat ÷ tan jarak bujur ka’bah dan tempat). Setelah mendapatkan azimuth kiblat barulah seseorang yang hendak mengukur arah kiblat dapat mengukurnya di Masjid atau Mushola yang di kehendaki menggunakan bantuan alat seperti Theodolite atau Teleskop.
Sementara Rashdul Kiblat adalah ketentuan waktu dimana bayangan benda yang terkena sinar matahari menunjuk kearah kiblat dengan tanpa melakukan perhitungan azimuth kiblat. Penentuan arah kiblat ditentukan berdasarkan bayang-bayang sebuah tiang atau tongkat pada waktu tertentu. Alat yang digunakan antara lain bencet atau tongkat istiwa’. Metode ini berpedoman pada posisi matahari persis pada titik zenith(atas). Posisi lintang ka’bah yang lebih kecil dari nilai deklinasi maksimum matahari menyebabkan matahari dapat melewati ka’bah sehingga hasilnya diakui lebih akurat dibandingkan dengan metode-metode yang lain.
Peristiwa rashdul kiblat menurut Slamet Hambali dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni rashdul kiblat global dan rashdul kiblat lokal. Rashdul Kiblat global terjadi dalam satu tahun sebanyak dua kali, yaitu pada setiap tanggal 27 mei (tahun kabisat) atau 28 mei (tahun basithah) pada pukul 11.57 LMT (Local Mean Time) dan pada tanggal 15 juli (tahun kabisat) atau 16 juli (tahun basithah) pada pukul 12.06 LMT. Karena pada tanggal dan jam tersebut nilai deklinasi matahari hampir sama dengan lintang ka’bah, sehingga apabila dikonversikan menjadi waktu indonesia barat (WIB) ditambah 4 jam 21 menit sama dengan jam 16.18 untuk pada setiap tanggal 27 atau 28 mei, dan 16.27 pada setiap tanggal 15 atau 16 juli. Apabila disesuaikan dengan waktu Papua yakni waktu indosensia timur (WIT) maka pada tanggal 27 atau 28 mei rashdul kiblatnya pukul 18.18 WIT, sementara tanggal 15 atau 16 juli rashdul kiblatnya pukul 18.27 WIT. Dengan demikian di Indonesia Timur tidak dapat mengecek arah kiblat mengunakan cara rashdul kiblat global karena pada jam tersebut matahari sudah terbenam di barat.
Akan tetapi tidak perlu khawatir karena dapat mengetahui rashdul kiblat secara local atau harian, dengan cara mencari sudut pembantu, mencari sudut waktu, menentukan arah kiblat dengan waktu hakiki kemudian mengubah waktu hakiki kepada waktu daerah setempat. Untuk mencari sudut pembantu(U) dengan rumus(cotan U=tan B( arah kiblat) X sin lintang tempat). Untuk mencari sudut waktu(t) dengan rumus(Cos(t-U)=tan deklinasi matahari cos U ÷ tan lintang tempat). Menentukan arah kiblat dengan waktu hakiki(WH) dengan rumus ( pk.12+t(jika B =Utara Barat /Selatan Barat atau pk.12 – t(jika B= Utara Timur atau selatan timur). Kemudian untuk mengubah WH menjadi Waktu Daerah (WD) dengan rumus ( WH-e(equation of time/perata waktu) + (bujur tempat daerah – bujur tempat lokasi ) ÷ 15). Bujur daerah berbeda-beda dimana WIB adalah 105 °, WIT adalah 120° dan WIT yaitu 135°.
Sehingga meskipun Papua tidak dapat melakukan rashdul kiblat global tapi dapat mengetahuinya dengan cara rashdul kiblat local atau harian dengan melakukan perhitungan beberapa tahapan yakni mencari sudut pembantu, mencari sudut waktu, menentukan arah kiblat dengan waktu hakiki kemudian mengubah waktu hakiki kepada waktu daerah setempat. (*)