iainfmpapua.ac.id) – Ada istilahghosting dan stalking dalam pernikahan. Direktur Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Fattahul Muluk Papua, Dr. H. Faisal, M.HI menyampaikan hal ini dalam pembukaan Kuliah Tamu Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI) Program Pascasarjana IAIN Fattahul Muluk Papua secara online dengan tema ‘Ghosting, Stalking, dan Keutuhan Pernikahan: Mengelola Relasi di Era Digital’, 17 Juni 2025.
Ia mengatakan bahwa kuliah tamu ini merupakan salah satu program akademik. “Diksi tema yang digunakan pada kuliah tamu ini mengikuti era digital dan teknologi,” urainya. Menurutnya, ada perubahan besar dalam cara orang membangun relasi. “Termasuk relasi pernikahan, seperti istilah ghosting yang artinya menghilang tanpa kejelasan dan istilah stalking yang artinya mengawasi,” terangnya. Faisal juga menyebutkan, tema ini diangkat karna pentingnya literasi digital. “Yang terkait dengan pernikahan realitas hari ini, tantangan baru bagi mahasiswa dan dosen khususnya terkait fiqih kontemporer yang merujuk pada perlindungan privasi dan penyelesaian konflik pada kehidupan pernikahan,” jelasnya.
Dalam arahannya, Rektor IAIN Fattahul Muluk Papua, Dr.H. Marwan Sileuw, S.Ag, M.Pd menyebutkan bahwa kuliah tamu ini bertujuan untuk membuka wawasan, meningkatkan pemahaman, dan memperluas pengetahuan terkait ilmu keislaman. “Khususnya hubungannya dengan pernikahan, karena kita butuh pencerahan yang jelas dari pakarnya langsung,” ujarnya. Rektor berharap melalui kuliah tamu ini
ada kontribusi dan ide-ide cemerlang yang disampaikan kepada mahasiswa.
Dalam paparannya, Guru Besar UIN Jakarta Prof. Dr. Drs. KH. Muhammad Amin Suma, B.A, M.A, M.M, menerangkan terakit konsep perkawinan yang ideal. “Hukum keluarga islam dan perundang-undangan itu diimplementasikan secara seimbang,” terangnya. Rumah tangga yang kekal itu harus berdasarkan ke-Tuhanan yang maha esa. “Karena dalam membangun rumah tangga itu bukan hanya menjalankan perintah agama saja, namun juga harus berlandaskan undang-undang perkawinan,” tuturnya. Menurutnya, walaupun undang-undang perkawinan itu bukan kitab suci tetapi dalam hal ketatanegaraan itu ada aturan bakunya. “Sehingga tidak mungkin kita mengamalkan UU tersebut jika tidak dibingkai dengan hukum islam nya, harus ada terapan-terapan yang konkrit antara teori dan praktik,” paparnya.
Amin Suma menekankan pentingnya untuk lebih kritis dalam memahami hukum islam dan perundang-undangan secara detail. “Jadikan hukum islam sebagai tangan kanan dan UU perkawinan sebagai tangan kiri, agar dapat membangun rumah tangga yang ideal,” imbuhnya.
Kuliah tamu bersama moderator Kaprodi HKI Pascasarjana, Dr. Hendra Yulia Rahman, M.HI ini diikuti oleh seluruh mahasiswa Pascasarjana dan peserta lainnya. (Za/Is/Her)