(www.iainfm.ac.id) – Website Seminar (Webinar) yang digelar Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LP2M) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Fattahul Muluk Papua, Rabu 10 Juni 2020, menyoroti masalah revolusi mental pada warga Papua. Salah satu Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia di Antananarivo Madagaskar, Ariella Yoteni mengatakan perlunya mengangkat kembali revolusi mental yang terjadi pada perempuan di wilayah timur Indonesia.
“Papua dan Maluku masih di peringkat atas termiskin, tersusah, terpuruk, tersakiti, padahal kita hidup di tempat yang memliki suber daya alam yang kaya,” terangnya. Menurutnya, dari sekitar 1,3 juta jiwa perempuan Papua, 94% diantaranya telah putus sekolah. Sedangkan dari total wanita Papua yang usia produktif, 65% mengalami pengangguran. “Kita kehilangan sistem pendidikan yang bisa mengakomodir adat dan perempuan Papua,” paparnya. Ia mengatakan, perlu adanya revolusi mental untuk mengatur moralitas publik menuju kehidupan yang lebih baik serta membangun jiwa yang merdeka. “Perempuan yang berhasil adalah hasil dorongan dari keluarga,” tutupnya.
Webinar ini mengangkat tema ‘Dari Kampung Mendunia; Inspirasi Diaspora Orang Maluku dan Papua’.
Dalam sambutannya, Rektor IAIN Fattahul Muluk Papua Dr. H. Idrus Alhamid, S.Ag, M.Si menginginkan agar kampus tidak hanya tampil sebagai pusat pendidikan tetapi juga sebagai basis berkumpulnya para cendekiawan untuk mencetuskan ide-ide besar tanpa memandang agama, suku dan bangsa. “Kita harus seperti sapu lidi, Jika tidak diikat maka lidi tersebut akan tercerai berai tidak berguna dan mudah dipatahkan, tetapi jikalau lidi-lidi itu digabungkan diikat menjadi satu maka akan sulit untuk mematahkannya dan akan menjadi kuat,” urainya. Ia juga mengatakan bahwa perguruan tinggi yang baik adalah perguruan tinggi yang terbuka untuk umum, produktif dan membuat gagasan-gagasan yang cemerlang.
Sebagai Keynote Speaker, Kepala LP2M IAIN Fattahul Muluk Papua, Dr. Suparto Iribaram, M.A menyoroti masalah sistem pendidikan yang dilakukan secara online di masa pandemi covid-19. “Semua pembelajaran dilakukan secara online, untuk yang tinggal di kota yang akses internetnya lancar mungkin tidak masalah, tapi bagaimana yang tinggal di pedalaman,” paparnya. Menurutnya, berdasarkan riset dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), ada beberapa permasalahan di Papua yang belum tuntas seperti ketimpangan ekonomi dan kurangnya dialog dengan orang yang ada di pemerintah pusat. “Namun hal tersebut tidak mematahkan semangat orang Papua,” ujarnya. Menurutnya untuk menuju sukses, orang harus melewati tantangan dan jalan yang panjang. “Semua orang punya mimpi tapi tidak semua orang mau untuk bekerja keras meraih mimpinya,” ungkapnya.
Sementara itu, salah satu Dosen Bahasa Inggris IAIN Fattahul Muluk Papua, Umar Werfete, S.Pd, M.A mengatakan, bahwa terdapat tradisi berpetualang bagi suku di Papua. “Ada ungkapan dari Suku Arguni yang mengatakan ‘awo soi siwera’ yang artinya pergi berpetualang, temukan duniamu, jangan lupa pulang,” ujar Umar yang saat ini sedang menempuh pendidikan di University of Birmingham, England. Menurutnya ungkapan tersebut sangat bermakna, namun jarang berlaku di Papua dan Maluku. Pada kenyataannya, tidak terlalu banyak mereka yang berani untuk mengijinkan anak-anaknya untuk keluar.
“Karena ada banyak kekhawatiran, apakah nantinya mereka bisa hidup di luar atau tidak, nah tradisi berpetualang bagi kami itu hal yang baru dan belum biasa, berbeda dengan orang-orang di Jawa yang suka berpetualang, apalagi untuk wanita, kondisi ini seringkali menjadikan kita masih di belakang dan begitu-begitu saja,” pungkasnya.
Webinar yang disiarkan secara live melalui channel media sosial Youtube dan Facebook IAIN Fattahul Muluk Papua ini berlangsung selama hampir 3 jam dengan berbagai tanya jawab dari peserta. (Min/Zul/Her/Ran)